![]() |
Source : pixabay |
Saya
pertama kali berkenalan dengan dunia dagang saat duduk di bangku SMA.
Waktu itu kakak perempuan saya berkuliah di Yogyakarta dan meminta saya
untuk menjualkan barang dagangannya yang diambil dari Yogyakarta. Tahu
gak apa dagangan kakakku ? Yaitu barang-barang dengan merek DAGADU.
Dagadu kalau bahasa Indonesianya memiliki arti "matamu", pisuhan yang
biasa dilontarkan di kalangan warga Yogya. Kalau kita jeli, merek DAGADU
adalah gambar mata. Unik ya, pisuhan saja bisa menjadi brand suatu
produk.
Dagadu
sendiri memproduksi beberapa barang antara lain sandal, tas dan kaos
all size untuk laki-laki dan perempuan. Dagadu terkenal di era tahun
90an. Kakak saya melihat peluang usaha menjual merek Dagadu ini dengan
jeli. Saya pun tak keberatan untuk menjual barang produksi Dagadu.
Mulailah saya memberanikan diri membawa barang dagangan ke sekolah.
Untungnya di sekolah tidak ada larangan siswa untuk berdagang di kelas.
![]() |
source : pixabay |
Pertama
kali yang saya tawari untuk membeli dagangan saya adalah teman-teman
sekelas saya. Bak gayung bersambut, teman-teman langsung menyerbu
dagangan yang saya bawa. Bahkan satu orang bisa membeli dua produk. Gak
nyangka sebenarnya respon pertama mereka begitu antusias. Saya sebagai
pedagang gak kalah antusias donk. Kebayang di depan mata adalah uang
keuntungan hasil penjualan Dagadu.
Dari
pengalaman yang saya dapat adalah, pertama kali memulai berniaga pasti
yang disasar adalah lingkungan terdekat terlebih dahulu. Apakah itu
teman kerja, tetangga atau bahkan saudara sendiri. Niat awal tentunya
agar barang dagangan dikenal dulu nih di kalangan terdekat. Hal itu
wajar sih menurut saya. Asal jangan ada pemaksaan lho ya dalam
menawarkan dagangannya. Namanya usaha menawarkan ya wajar jika ada yang
menolak.
Nah,
kenapa tiba-tiba saya membahas mengenai gerakan membeli dagangan
tetangga. Pasti ada alasannya donk ya. Suatu ketika semenjak pandemi
corona ini muncul di kota tempat domisili saya, kok mendadak status
WhatsApp teman-teman yang ada di daftar kontak hampir 70% berjualan
online nih. Ada apa ya, batin saya kala itu. Saya pun mulai rutin
membuka status teman-teman yang berjualan via status WhatsApp. Tetiba
ada teman saya sebut saja namanya Mas Cahyo mengirim chat pribadi yang
isinya menawarkan sambal buatannya sendiri. Mas Cahyo sendiri sebelumnya
bekerja di salah satu biro perjalanan domestik. Kebetulan kantor saya
menggunakan jasa beliau di saat liburan akhir tahun ke Bromo.
Setelah
mengobrol lama via WhatsApp, akhirnya Mas Cahyo mengatakan bahwa travel
tempat dia bekerja sementara tutup karena beberapa tempat wisata tidak
beroperasi. Hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah karena
dikhawatirkan akan menambah jumlah penyebaran virus COVID-19. Sehingga
Mas Cahyo pun terkena imbasnya yaitu dirinya dirumahkan sampai waktu
yang belum bisa ditentukan. Untuk menyiasati kondisi ekonomi pribadinya,
Mas Cahyo berinsiatif membuka usaha sendiri. Kali ini berjualan sambal
home made alias buatan sendiri pun dia lakoni, asal halal katanya.
![]() |
source : pixabay |
Karena
saya merupakan salah satu teman yang setia melihat status WhatsAppnya,
akhirnya Mas Cahyo memberanikan diri menawarkan dagangannya kepada saya.
Saya pun trenyuh ya dengan kisah Mas Cahyo ini. Walau hanya satu, namun
saya akhirnya membeli dagangannya juga. Mas Cahyo tidak pernah tahu di
balik keputusan saya membeli sambal buatannya, suami saya pun sedang
terkena imbas pandemi ini yaitu dirumahkan juga, hehehe.
Setelah
peristiwa membeli sambal buatan Mas Cahyo, tetangga saya mengunggah
status WhatsApp, "Ayo beli dagangan tetangga" sambil dia posting
beberapa jualan para teman dan tetangga lainnya dalam rangka membantu
mempromosikan. Dan tetangga saya itu memposting kalimat "Ayo beli
dagangan tetangga" di saat dia baru saja membeli dagangan saya juga.
Kebetulan saat ini saya dan suami sedang mulai merintis usaha berjualan
telur dan sembako di komplek perumahan dengan sistem layanan antar
gratis sebagai cara untuk menyiasati suami yang sedang menganggur karena
dirumahkan.
Alhamdulillah,
masih ada individu-individu yang tergerak hatinya untuk membeli
dagangan teman, tetangga dan saudaranya sendiri. Mungkin yang dibeli
tidak seberapa namun tindakannya untuk membeli dagangan orang-orang
terdekatnya merupakan suatu niat yang mulia menurut saya.
Insha
Allah jika badai ini berakhir dan saya memiliki daya beli yang
maksimal, akan saya lakukan hal yang sama kepada teman-teman yang juga
saat ini sedang berjualan online.